Kandunganhara yang terdapat dalam jerami padi mampu meningkatkan kesuburan tanah. Tapi bukan dengan cara membakarnya, melainkan dengan membiarkannya membusuk hingga berubah menjadi kompos. Adapun kandungan bahan organik yang tedapat pada jerami padi antara lain sebagai berikut : 1. Air : 9,02 % 2. Serat kasar : 35,68 % 3. Protein kasar : 3
Mineral: ion positif dalam tanah yaitu Kalium (K +), Kalsium (Ca 2+) dan magnesium (Mg 2+); ion negatifnya yaitu nitrat (NO 3-), fosfat (H 2 PO 4-) dan sulfat (SO42-) yang merupakan nutrisi bagi tumbuhan. Kandungan mineral dalam tanah yang berbeda-beda menentukan sifat dan karakter tanah. Namun, idak semua tanah sesuai untuk bercocok tanam.
Tugas& Laporan Arif Styawan di Academia.edu; Senin, 24 Agustus 2015. BAHAN ORGANIK TANAH - Bahan organik: mencakup semua bahan yang berasal dr jaringan tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yg telah mati, pada berbagai tahana (stage) dekomposisi (Millar, 1955)- Bahan organik tanah: lebih mengacu pd bahan (sisa jaringan tanaman/hewan)
Vay Tiį»n Nhanh. Kandungan bahan organic yang melimpah pada tanah ditandai dengan terang pada gelap pada rongga tanah nilai pH
memanfaatkan abu vulkanik sebagai pupuk alami, pembenah tanah, dan penangkap karbon jauh lebih murah dibanding usulan lain ...Jakarta ANTARA - Sektor pertanian Indonesia diperkirakan berkontribusi melepas karbon sebagai gas rumah kaca sebanyak 13 persen dari total emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas kemudian berkomitmen mengurangi emisi dari sektor lahan, termasuk pertanian, sebesar 58,3 persen pada 2024. Pemerintah juga mendorong sistem pertanian rendah emisi karbon. Di sisi lain, bidang pertanian menjadi sektor paling rentan terdampak perubahan iklim sehingga ketahanan pangan Indonesia juga terancam. āIndonesia dituntut mempertahankan produksi pertanian sekaligus menekan emisi gas karbon. Berbagai strategi jitu, seperti promosi pertanian organik melalui subsidi pupuk organik dan bantuan pupuk organik, mulai diupayakan Pemerintah. Tujuannya agar karbon dapat disimpan ke dalam tanah sekaligus memulihkan tanah untuk menopang produksi pertanian. Prinsipnya, pupuk organik harus dikombinasikan dengan pupuk anorganik agar produksi pertanian tidak melandai. Tentu upaya itu layak didukung, diteruskan, dan digaungkan. Namun, artikel ini membahas upaya lain yang jarang dilirik berbagai pihak, yaitu memanfaatkan abu vulkanik asal semburan gunung berapi. Abu vulkanik dapat menjadi solusi mempertahankan ketahanan pangan yang berbasis alam. Di negara-negara dengan gunung berapi aktif, seperti Indonesia, abu vulkanik dapat digunakan untuk memasok nutrisi sekaligus mengurangi CO2 dari atmosfer. Sejujurnya sejak lama pengetahuan abu vulkanik dapat menyuburkan tanah sudah banyak diketahui peneliti, akademisi, bahkan oleh petani klasik. Namun, manfaat abu vulkanik sebagai pembenah tanah atau pupuk masih terbatas dinikmati oleh para petani di wilayah sekitar gunung berapi di Jawa. Bahkan masih banyak petani yang menikmati kesuburan tanah dari abu vulkanik tanpa sadar bahwa sumber pupuk gratis itu berasal dari semburan gunung berapi. Sewaktu Gunung Sinabung meletus di Sumatera Utara, para petani mengeluh karena abu gunung berapi merusak tanaman dan mengganggu pertanian. Abu-abu di jalanan dicuci karena mengganggu lalu lintas. Belum ada upaya sistematis memperluas skala memanfaatkan abu vulkanik untuk memperbaiki tanah-tanah miskin hara. Indonesia memiliki setengah dari jumlah letusan gunung berapi mematikan di dunia. Setiap bulan terjadi letusan gunung berapi yang lebih kecil. Karena letusan yang berulang, tanah di daerah gunung berapi biasanya memiliki lapisan abu yang berlapis-lapis. Tanah seperti ini dapat ditemukan di dekat 127 gunung berapi aktif dan tidak aktif yang tersebar di pulau-pulau Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, bagian utara Sulawesi, dan Maluku. Abu sering dianggap sebagai gangguan, tidak banyak digunakan sebagai perbaikan tanah di lahan pertanian, dan belum diteliti dengan memadai sebagai alternatif untuk batu basalt yang dihancurkan. Di kalangan ilmuwan ilmu tanah, abu vulkanik telah menjadi objek kajian yang menarik sejak dulu kala. Musababnya, selama proses pelapukan abu vulkanik menjadi tanah juga terjadi penyerapan CO2 dari atmosfer yang melimpah. Ketika disemburkan dari mulut gunung berapi, kandungan karbon organik dari abu vulkanik adalah nol alias nol persen. Namun, ketika berubah menjadi tanah, maka tanah vulkanik dapat memiliki kandungan C-organik sebesar 10 persen. Tanah yang berasal dari abu vulkanik itu disebut andisol atau andosol. Kata ando berasal dari bahasa Jepang yang bermakna hitam. Tanah yang berasal dari abu vulkanik umumnya berwarna hitam yang menjadi penanda kaya bahan organik. Bandingkan dengan rata-rata kandungan karbon organik pada tanah mineral yang hanya 1 sampai 2 persen. Warna tanah andosol selain hitam juga merah atau merah kekuningan sebagai penanda tingginya kandungan besi. Selain andosol, tidak ada tanah mineral yang kandungan bahan organiknya di atas 10 persen. Tanah dengan kandungan bahan organik di atas 10 persen biasanya adalah tanah organik yang juga disebut gambut. Luasan andisol hanya 1 persen dari luas permukaan bumi, tetapi andisol mengandung sekitar 5 persen dari stok karbon tanah global Dahlgren et al., 2004. Abu Vulkanik Sejumlah peneliti seperti Prof. Dian Fiantis dari Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, mengungkap lapisan tanah permukaan tanah vulkanik di Sumatera Barat mengandung karbon organik rata-rata 4 persen dan dalam beberapa kasus mencapai 15 persen. Pada tahun 1930-an Mohr, ahli tanah dari Belanda, bahkan mengasosiasikan kepadatan penduduk di tanah Jawa berhubungan erat dengan sebaran tanah andisol. Menurutnya, wilayah terpadat di Pulau Jawa terpusat di area-area tanah subur yang berkembang dari bahan induk abu vulkanik. Di Indonesia, tanah asal abu vulkanik luasannya menapai 31,7-juta hektar atau 17 persen luas daratannya. Letusan gunung berapi menyediakan abu vulkanik dan tefra. Namun, tefra tidak banyak digunakan dan belum diinvestigasi dengan memadai sebagai pembenah tanah untuk mengikat karbon. Hitungan penulis yang diterbitkan di Jurnal Soil Security berjudul Applying Volcanic Ash to CroplandsāThe Untapped Natural Solution mencatat besaran dan peluang potensi pengurangan CO2 dari bahan vulkanik yang diproduksi setiap tahun di Indonesia. Pada tahun-tahun dengan letusan gunung berapi yang signifikan, pengurangan berikutnya akan mencapai 100-200 juta ton CO2 atau 20-40 persen emisi bahan bakar fosil negara tersebut. CO2 yang ditangkap ketika bahan vulkanik melapuk merupakan bagian dari siklus karbon global yang jumlahnya tergantung penggunaan lahan. Ketika abu vulkanik melapuk, pelapukan kimiawi senyawa yang mengandung kalsium dan magnesium menambat CO2 dari atmosfer. Kation dasar yang melapuk dan bikarbonat yang mengendap dalam tanah disimpan sebagai karbon anorganik atau terlarut. Demikian pula iklim dan vegetasi memengaruhi laju pelapukan termasuk kondisi larutan tanah, pH, dan kondisi redoks. Yang luar biasa, abu vulkanik yang tidak mengandung karbon organik itu secara cepat mampu mengakumulasi karbon. Musababnya, abu yang telah melapuk merupakan mineral amorf dengan luas permukaan yang besar sehingga memungkinkan memerangkap karbon asal vegetasi yang tumbuh maupun mikroba yang hidup. Setelah ditangkap, karbon organik bertahan lama dalam tanah karena dilindungi dari aktivitas mikroba oleh kompleks organometalik. Kompleks tersebut membentuk penghalang fisik dan kimia yang mencegahnya dilepaskan kembali ke atmosfer. Satu eksperimen menunjukkan bahwa abu vulkanik yang baru terendap dapat mengakumulasi karbon organik tanah dengan kecepatan 1,8-2,5 ton CO2 per hektare per tahun melalui pembentukan lumut dan tumbuhan vaskular. Laju ini jauh lebih tinggi daripada sistem manajemen karbon tanah mana pun. Keistimewaan abu vulkanik itu sering terabaikan karena saat ini abu vulkanik sering tererosi sehingga cepat terbawa air hujan lalu masuk ke sistem akuatik seperti sungai, danau, dan samudera. Pada konteks ini, peluang abu vulkanik sebagai bahan pembenah tanah, pemberi nutrisi tanah, serta penangkap karbon tanah hilang karena langsung berpindah ke sungai dan laut yang menyebabkan masalah di perairan yang menjadi beban bagi lingkungan. Di perairan, abu vulkanik tidak dapat melapuk dan menangkap karbon secara efektif. Dengan teknik pengelolaan yang tepat pada lansekap tertentu, memanfaatkan abu vulkanik sebagai pupuk alami, pembenah tanah, dan penangkap karbon jauh lebih murah dibanding usulan lain seperti menambang dan menggiling batuan basal dari luar untuk pupuk dan pembenah tanah. Abu vulkanik tidak perlu digiling, tetapi dapat menyerap jumlah karbon yang signifikan dari atmosfer, serta memasok nutrisi yang berlimpah bagi kesuburan tanah untuk mewujudkan ketahanan tanah soil security dan ketahanan pangan food security. Dengan demikian, abu vulkanik dapat dimasukkan dalam akuntansi karbon dan pengelolaannya dapat menjadi bagian dari strategi pengurangan emisi. Terakhir, jika abu vulkanik tidak digunakan untuk sektor pertanian, maka abu tersebut dapat terbawa oleh sungai atau samudera. Kemampuan mereka menangkap CO2 masih dapat terjadi di perairan dengan tingkat yang lebih rendah, tetapi menjadi tidak menguntungkan untuk memperbaiki kualitas tanah, mendukung ketahanan pangan, serta tidak berkontribusi menjadi bagian sektor pertanian rendah karbon. * Prof. Budiman Minasny, SP, Profesor Ilmu Tanah dan Lingkungan di University of Sydney, Australia dan Dr. Destika Cahyana, SP, Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset, dan Inovasi Pertanian. Editor Achmad Zaenal M COPYRIGHT Ā© ANTARA 2023
ACARA VI BAHAN ORGANIK TANAH ABSTRAKSI Praktikum Bahan Organik Tanah dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 25 April 2011 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan Organik merupakan bahan didalam atau permukaan yang berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia baik yang telah mengalami dekomposisi lanjut maupun yang sedang mengalami proses dekomposisi. Unsur yang diperlukan tanaman adalah unsur C dan N. Tujuan dari praktikum ini adalah menetapkan kadar C-organik tanah dan kadar bahan organik tanah. Adapun bahan yang digunakan adalah 5 jenis tanah kering udara Φ 0,5 mm Entisol, Ultisol, Rendzina, Alfisol, dan Vertisol, larutan K2Cr2O7, H2SO4 pekat, FeSO4 dan indikator difenilamin serta air aquadest. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain labu takar 50 ml, pipet volume, gelas ukur, buret, labu erlenmeyer. Pada percobaan ini digunakan metode Walkley and Black untuk menentukan kadar organik tanah. Dari hasil percobaan dan perhitungan diperoleh nilai kadar bahan organik untuk Vertisol 2,103%, Entisol 1,509%, Rendzina 6,360%, Alfisol 1,917%, dan Ultisol 0,908%. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kandungan bahan organik tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain iklim, tipe penggunaan lahan, relief, land form, aktivitas adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mencirikan kualitas bahan organik. Metode yang digunakan dalam praktikun ini adalah metode Walkey and Black yang menggunakan tahapan antara arti nyata kandungan bahan organik yang ditentukan oleh besarnya C-organik hasil titrasi yang kemudian dikalikan dengan konstanta tertentu. Mempelajari masalah bahan organik adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung dalam memahami perilaku tanah. Hampir semua makhluk hidup yang ditemui bergantung pada bahan organik untuk energi dan makanannya. Bahan organik tanah berpengaruh penting dalam sifat fisika dan biologi tanah sehingga akan berpengaruh pula pada pertumbuhan tanaman. Pengaruh langsung bahan organik tanah yang sifatnya positif terhadap pertumbuhan tanaman terjadi melalui produk pengurainya yang berupa asam-asam organik. Terkait dengan sifat biologi tanah, bahan organik sangat nyata mempengaruhi kegiatan mikroflora dan mikrofauna tanah melalui perannya sebagai penyedia C dan substansi bahan organik tersusun dari bahan humus dan non humus. B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk menetapkan kadar C-organik tanah dan kadar tiap jenis tanah. II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, di daur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang Utami dan Handayani, 2004. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida seperti selulosa, hemi-selulosa, pati dan bahan-bahan pectin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang paling penting dalam mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan terangkul ke lapisan bawah Sutanto, 2002. Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Jaringan asli berupa tubuh tumbuhan atau hewan baru yang belum lapuk. Terus menerus mengalami serangan jasad-jasad mikro yang menggunakannya sebagai sumber energinya dan bahan bangunan tubuhnya. Hasil pelapukan bahan asli yang dilakukan oleh jasad mikro disebut humus Balasubramian, 2005. Humus merupakan bentuk bahan organik yang lebih stabil. Dalam bentuk inilah bahan organik banyak berakumulasi dalam tanah. Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap durabilitas dan kesuburan yang aktif dan bersifat/menyerupai liat, yaitu bermuatan negatife Djuanda, 2004. Nisbah C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik dan kegiatan jasad renik tanah akan tetapi apabila nisbah C/N terlalu lebar, berarti ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut bandingannya dengan ketersediaanya N bagi pembentukan mikroba. Kegiatan jasad renik akanterhambat Priambada et al., 2005. Karbon diperlukan mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen diperlukan untuk membentuk protein. Apabila ketersediaan karbon terbatas nisbah C/N terlalu rendah tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen ketersediaan karbon berlebihan C/N > 40 jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga menjadi faktor pembatas pertumbuhan organisme Wallace and Teny, 2000. Pengaruh bahan organik pada ciri fisika, kimia, dan biologi tanah adalah sebagai berikut 1 Faktor bahan organik pada ciri fisika tanah. Kemampuan menahan air meningkat. Warna tanah menjadi coklat hingga hitam. Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya. Menurunkan plastisitas, kohesi, dan sifat buruk lainnya dari liat 2 Pengaruh bahan organik pada kimia tanah Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation. Kation yang mudah dipertukarkan meningkat. Unsure N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikro organisme,sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali. 3 Pengaruh bahan organik pada biologi tanah Jumlah dan aktifitas metabolik organisme tanah meningkat. Kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik juga meningkat Six 2005. III. METODOLOGI Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah Acara VI Bahan Organik Tanah ini dilaksanakan pada hari Senin, 25 April 2011 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah contoh tanah kering vertisol, ultisol, alfisol, rendzina, entisol Φ 0,5 mm. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah labu takar 50 ml, pipet volume 10 ml, gelas ukur 10 ml, labu erlenmeyer 50 ml dan buret. Adapun khemikalia yang digunakan antara lain K2Cr2O7 1N, H2SO4 pekat, FeSO4 1N dan indikator difenilamin. Langkah kerjanya, pertama-tama contoh tanah kering udara seberat a gram misal 1 gram ditimbang. Kemudian dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dan ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 1N dengan pipet volume 10 ml. Selanjutnya ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat dengan gelas ukur lewat dinding kaca secara perlahan-lahan. Langkah selanjutnya larutan tersebut digojok dengan gerakan mendatar dan memutar, warna harus tetap merah jingga. Apabila warna berubah menjadi hijau ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 1N dan 10 ml H2SO4 pekat volume penambahan ini dicatat. Kemudian dibiarkan selama 30 menit agar larutan menjadi dingin, selanjutnya ditambahkan 2-3 tetes indikator ditambahkan air aquadest hingga volume 50 ml tepat dengan menggunakan botol pancar. Selanjutnya labu takar disumbat dengan plastik dan digojok sampai homogen kemudian dibiarkan sampai mengendap. Langkah selanjutnya diambil 5 ml larutan yang jernih dengan pipet dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml. Kemudian ditambahkan 15 ml air aquadest, selanjutnya dititrasi dengan FeSO4 1N hingga warna menjadi kehijauan volumenya dicatat diulangi langkah tersebut untuk keperluan blanko tanpa tanah cukup 1 blanko untuk satu golongan. IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Tabel Kadar Bahan Organik Berbagai Jenis Tanah Jenis Tanah C% BO% Entisol 0,875 1,508 Rendzina 3,689 6,368 Ultisol 0,527 0,908 Alfisol 1,112 1,917 Vertisol 1,220 2,103 B. Pembahasan Bahan organik adalah bahan yang terkandung dalam tanah berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia baik yang telah mengalami dekomposisi lanjut maupun yang sedang mngalami proses dekomposisi. Kandungan bahan organik tiap tanah berbeda beda, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya kandungan bahan organik, faktor-faktor tersebut adalah iklim, yang mempengaruhi dalam hal memacu atau menghambat proses dekomposisi, faktor relief dan bentuk lahan mempengaruhi pada proses penggumpalan atau pencucian bahan organik. Relief datar dengan landform rawa memiliki bahan organik tinggi sedangkan relief bergunung landform kast kandungan bahan organiknya rendah. Faktor penggunaan tipe lahan yang mempengaruh dalam sumber penyediaan bahan organik. Biasanya tanah yang lahannya digunakan untuk kegiatan pertanian bahan organiknya disesuaikan dengan tanaman yang akan dibudidayakan sedngkan tanah yang tidak digunakan misal hutan kandungan bahan organiknya lebih kompleks dan faktor kedalaman tanah kedalaman lapisan tanah menentukan kandungan bahan organik yang akan mengalami penurunan apabila makin kebawah, hal tersebut disebabkan oleh akumulasi bahan organik yang berkonsentrasi pada lapisan atas. Dari data didapatkan hasil bahwa BO dari vertisol 2,103% yang termasuk dalam kriteria sedang. Entisol mempunyai nilai BO sebesar 1,508% yang juga masuk dalam kriteria sedang. Kemudian rendzina memiliki BO sebesar 6,366% yang termasuk dalam kriteria berlebihan. Ultisol dengan nilai BO 0,908% termasuk kriteria sedang dan alfisol yang memiliki nilai BO 1,917% yang masuk kriteria rendah. Berdasarkan hasil percobaan, kriteria tanah tersebut didapat dari tabel kandungan BO berikut. BO % kriteria 15 Gambut Dari data diperoleh hasil bahwa urutan tanah dengan kandungan BO tertinggi ke terendah adalah sebagai berikut Rendzina > Vertisol > Alfisol > Entisol > Ultisol. Namun tidak semua dari hasil percobaan sesuai. Seharusnya urutan kandungan BO yang benar adalah sebagai berikut Rendzina > Vertisol > Alfisol > Ultisol > Entisol. Yang berarti bahwa terdapat penyimpangan nilai BO antara Ultisol dan Entisol. Penyimpangan-penyimpangan itu dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu kurang telitinya praktikan dalam mengukur berat tanah maupun saat titrasi dan sampel tanah yang diambil adalah sampel tanah yang telah tercuci bahan organiknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik dalam tanah antara lain 1. Kedalaman tanah Dikarenakan karakterisitk bahan-bahan organik yang terkonsentrasi dipermukaan dari sumber bahan organik yang melimpah. Maka kandungan bahan organik terbesar ada pada lapisan tanah atas horizon A setebal kira-kira 20 cm 15-20% dan akan berkurang dalam bertambahnya kedalaman tanah. 2. Iklim Semakin dingin suatu tempat maka kandungan bahan organik dalam tanahnya semakin banyak. 3. Tekstur tanah BO akan lebih tinggi pada tanah dengan tekstur liat. Pada tanah pasir karena oksigen dalam tanah banyak dikarenakan porimakro maka oksidasi terhadap bahan organik akan berjalan lebih cepat. 4. Drainase Drainase yang buruk dan air berlebih akan menjadikan bahan-bahan organik tersapu dan hilang sehingga biasanya pada tanah dengan drainase buruk kandungan BO meningkat. Sedangkan pada tanah/lahan dengan drainase yang baik akan memiliki BO yang rendah. 5. Vegetasi penutup dan kapur Fungsi vegetasi penutup adalah dalam melindungi lapisan atas tanah lapisan yang paling banyak mengandung BO dari tekanan air BO tidak tersapu oleh kapur sangat mempengaruhi PH tanah padahal organisme pengoksidasi hanya dapat bekerja pada PH tertentu. Ditinjau dari segi fisika tanah, bahan organik dalam tanah akan membuat granulasi agregat tanah menjadi lebih mantap. Hal tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Selain itu, warna coklat kehitaman yang ditimbulkan bahan organik dapat menyerap radiasi yang dihasilkan sinar matahari yang akan mempertahankan suhu tanah pada suhu yang potensial untuk kerja bakteri. Dalam kata lain, bahan organik meningkatkan populasi mikro organisme tanah, seperti cendawan dan jamur. Selain itu BO juga dapat menurunkan plastisitas tanah dan kohesi. Dintinjau dari segi kimia tanah, adanya bahan organik dalam tanah akan meningkatkan daya serap dan KPK dari tanah. Dengan meningkatnya KPK tanah maka tanah akan dapat menahan unsur hara tetap berada di tanah. Selain itu, bahan organik juga menambah unsure N, P, K dari hara yang merupakan hasil mineralisasi dan mikroorganisme. Bahan organic juga dapat mempengaruhi pH tanah. Ditinjau dari segi biologis tanah, adanya bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan aktifitas metabolik mikroorganisme. Hal tersebut terjadi karena bahan organik menyediakan unsur karbon yang merupakan makanan dari mikroorganisme. Selain itu dengan adanya banyak mikro organisme maka hasil dekomposisi senyawa dalam tanah lebih stabil humus sehingga dapat langsung dipergunakan oleh tanaman. Dalam kata lain, semakin banyak bahan organik maka jasad mikro dalam tanah meningkat. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode Walkey and Black karena selain mudah untuk dilakukan dan murah, Metode Walkey and Black metode basah ini memiliki ketelitian yang lebih tinggi yaitu 100/77 daripada metode Dennstedt metode keringyang hanya memiliki ketelitian sebesar 77%. Dengan metode ini FeSO41N dititrasi dengan 5 ml larutan jernih yang merupakan campuran tanah dan khemikalia. Sedangkan khemikalia yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah K2Cr2O7 1N, H2SO4 pekat, FeSO4 1N dan indikator difenilamin. Dalam percobaan K2Cr2O7 berfungsi sebagai pemecah C-organik tanah, H2SO4 sebagai oksidator serta fungsi dari penggojokan untuk mempercepat reaksi. Berdasarkan sifat-sifat baik sifat fisika, kimia, maupun biologi di atas. Bahan organik sangat bermanfaat dalam bidang pertanian karena bahan organik mengandung zat-zat yang dibutuhkan tanaman. Maka bahan organik harus tersedia dalam lahan pertanian karena zat tumbuh dan vitamin dalam bahan organik dapat diserap langsung oleh tanaman. Maka fungsi dari BO adalah merangsang pertumbuhan tanaman. V. KESIMPULAN Kandungan Bahan Organik Tanah dipengaruhi oleh kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase. Bahan Organik dapat memperbaiki struktur tanah sehingga dapat memperbaiki pemearbilitas dan penetrasi akar. Urutan kadar bahan organik tanah dari yang tertinggi sampai yang terendah Rendzina, Vertisol, Alfisol, Entisol, Ultisol. Semakin besar kandungan C-organik maka semakin besar pula kandungan BO tanah. Demikian sebaliknya, semakin kecil kandungan C-organik maka semakin kecil pula kandungan BO tanah. DAFTAR PUSTAKA Balasubramian, V. 2005. Bahan Organik Tanah. . Diakses pada tanggal 1 Mei 2011. Djuanda, dan Warsana. 2004. Kajian laju infiltrasi dan beberapa sifat fisik tanah pada tiga jenis tanaman pagar dalam sistem budidaya lorong. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 425-31. Priambada, dan Sitompul. 2005. Impact of Landuse Intency on Microbal Community in Agrocosystem of Southern Sumatra International Symposium on Academic Exchange Cooperation Gadjah Mada University and Ibraki University. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Six, J., and K. Paulina. 2005. Soil structur and soil organic matter normalized ability and the effect of mineralogy. Soil Society America Journal 641042-1049. Sutanto,R. 2002. Pertanian Organik. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Utami, dan 2004. Sifat Kimia Entisol Pertanian Organik dan Ilmu Tanah 1063-69. Wallace,A., and Teny. 2000. Handbook of Soil Conditioners Subsistance That Enhance the Physical Properties of Pecker Inc, New York.
kandungan bahan organik yang melimpah pada tanah ditandai dengan